Minggu, 22 November 2009

Polwan cilik berkata...


Seperti biasa ahad pagi aku bersama keluarga tercinta berlari pagi. Kami memang membiasakan setiap ahad pagi untuk ber-jogging bersama. Track jogging yang kami tempuh adalah rumah - taman ketang -ketang, jalan Nilam - Terminal Rawamangun - Pasar Rawamangun. Ehmm tapi joggingnya ga pakai pp, biasanya perginya aja, kalau pulangnya ya pake angkot… hehehe capek juga lah kalau pulang pergi mesti by foot. Jam dinding rumahku berdentang 5 kali. Dari bawah ayah sudah meneriaki kami, “Nuruuul, Sifaaa ayo cepat turun, kita lari pagi. Jangan malas!“

Kami yang sedang menyikat gigi segera berkumur-kumur lalu turun. Ayah kami, yang pensiunan TNI ini, memang selalu bersemangat untuk lari pagi. Beliau pernah menyampaikan, lari pagi selain baik untuk kesehatan juga mengingatkannya pada latihan fisik ketika beliau bersekolah di taruna nusantara. Namun kami berdua puterinya tak satupun menuruni hobi beliau yang satu ini. Mana tahan dengan rasa kantuk yang menerjang. Hoammmmmmmm… (kok saya yang nulis jadi menguap juga ya)

„Ini sepatu kalian,“kata ibu seraya menyerahkan sepatu kets kami yang sudah lusuh. Kapan ya bisa beli yang baru, tanyaku dalam hati. Tak berapa lama kemudian kami sudah meniti langkah di jalanan. Dan ayah seperti biasa selalu berjalan mendahului kami, selalu bersemangat dalam melangkah. Ckckck... ayah oke deh, hatiku bergumam. Selalu siaga dan terdepan memang menjadi ciri khas beliau, tak hanya di keluarga tapi juga di lingkungan kerjanya.

Tak terasa pasar rawamangun sudah tampak di depan mata. Itu garis finish lari pagi kami. Setelah itu biasanya kakak akan menemani ibu berbelanja di pasar, membeli bahan makanan untuk seminggu. Sedangkan saya dengan ayah akan menunggu ibu dan kakak di tukang bubur yang ada di pojok pasar. Sambil menunggu ibu berbelanja, ayah dan saya memesan bubur ayam. Nyam...nyam.. bubur ayam ini laris sekali kalau kita terlambat sedikit, wah bisa-bisa kehabisan deh. Saat kami berdua makan bubur ayam tiba-tiba terdengar suara peluit seperti milik polisi. Priiit... priiit...priiiit... Kami mencari sumber suara tersebut. Tertangkap oleh mata kami berdua sesosok manusia bertubuh kecil lengkap dengan pakaian polisi lalu lintas. Waah.. ada polwan cilik nih. Sosok ini begitu nyaring meniup peluit sambil tangannya sibuk bergerak layaknya polisi yang sedang bertugas di jalan raya. Pemandangan yang menarik ini cukup menyita perhatianku. Jarang-jarang kan ada polwan cilik di pasar rawamangun. Tak berapa lama kemudian bubur ayam sudah ludes kusantap. Ayah yang sedang membaca koran sehabis makan kutinggalkan sejenak untuk menghampiri sang polwan cilik.

„Assalamu’alaikum adik“ salamku.

„wa’alaikum salam kak“ jawabnya.

„sedang apa nih? Kok berpakaian seperti polisi?“tanyaku kemudian.

„heeeh.. saya sedang latihan menjadi polisi kak. Minggu depan di sekolah saya akan ada lomba kostum,kak. Saya akan memakai kostum polisi“ jawab sambil nyengir.

„O.. begitu toh, terus kenapa adik memilih pakaian polisi?“ lanjutku.

„Sebab saya ingin menjadi polisi, kak“ jawabnya mantap.

„Hebat!!!Ehmm... trus kenapa ingin jadi polwan?“tanyaku lagi.

„Supaya jakarta aman dari pencopet,kak“jawabnya polos

Wah… mulia sekali cita-cita mu dik, aku berbicara dalam hati. Salut aku padanya,ia begitu yakin dan optimis dalam meraih cita, ehm.. tak seperti muridku di SMA yang jawabannya masih saja tak konkrit, kurang jelas maunya jadi apa ketika ditanya tentang cita-cita. Seorang murid pernah menjawab ketika suatu saat saya bertanya tentang cita-citanya.

“Cita-cita,bu?yaa.. jadi orang yang berguna bagi lingkungan sekitar bu keluarga, teman, juga bangsa dan negara.”

Yaaa elaah.. jadi tukang ronda, tukang sampah juga berguna bagi lingkungan sekitar,batinku dalam hati. Menurut saya, sebaiknya kita mulai memilih cita-cita secara konkrit dan jelas, tak samar-samar. Jangan abstrak. Karena dengan menentukan cita-cita yang konkrit kita akan mudah mewujudkannya dengan langkah konkrit pula.
Awan mendung menggelayut di angkasa. Khawatir hujan turun, akupun segera pamit berpisah dengan si polwan cilik ini.

„Dik, semoga sukses ya lomba kostumnya. Mudah-mudahan menang. Hehehe. Aku pulang dulu ya, mau hujan. Assalamu‘alaikum“ pamitku undur diri.

„Makasih kak doanya, wa’alaikum salam“ balasnya.

Aku berbalik badan, menjauhinya yang masih sibuk dengan peluit nyaringnya. Dalam benak ini aku kembali mereform sesungguhnya apa cita-citaku. Berusaha konkrit dan fokus dalam menyusun rencana hidup. Dengan penuh harap, aku berdoa, ya Rabb kabulkanlah permintaan hamba untuk itu...

Sebuah narasi -yang terinspirasi dari polwan cilik- untuk siapa saja yang butuh semangat dalam meraih cita (termasuk PENULIS). Semoga bermanfaat

Jumat, 13 November 2009

you, me, and us...




Mungkin kita berbeda
Bagai dua sisi mata uang logam yang saling membelakangi
Kau membaca biografi Kennedy dan sederet presiden AS
Aku membaca karya Goethe,Schiller dan pengarang Jerman lainnya

Biarlah berbeda, adik
Berbeda layaknya dua kutub yang saling menjauh
Kau berbicara tentang Martha Graham
Aku mengoceh tentang Unterrichtsphasen

Tapi dik, ingatlah kita akan selalu sama
Bersama tertawa melihat GanCin dengan tingkah anehnya
Bersama dalam cemilan favorit, tempe dan tahu
Bersama dengan seru saat hunting sepatu dan tas
Ehmm ada lagi, selalu bersama untuk berkata TIDAAAK pada rokok!

O, iya.. aku pun belajar banyak darimu, dik.
Hal yang belum yakin ku ketahui dengan pasti
Tapi mungkin pernah hinggap di hati ini walau sesaat
Yaitu tentang cinta...

Hhmmm... bersabarlah untuk kata yang satu itu.
Karena apa? Karena kita telah sepakat sekarang
Untuk sama-sama mengejar asa
Sama-sama meraih mimpi masing-masing
Untuk dipersembahkan kepada BuCin dan PakCin

Doaku selalu menyertai langkahmu, RinCin

Jakarta, 11 November 2009
ditemani segelas juice strawberry dan Ku Bahagia-nya Sherina

Rabu, 11 November 2009

Bisnis Lahan Parkir



Sebut saja Pak Dayat. Seorang pria yang berasal dari Indonesia bagian timur ini berusia sekitar 40 tahunan ke atas dan tinggal seorang diri di sekitar komplek rumahku. Tak seperti kebanyakan orang yang berasal dari timur Indonesia, yang bila berbicara selalu dengan nada tinggi dan cepat, pak Dayat malah selalu berbicara nada pelan dan lambat. Pernah suatu hari aku bertanya kepada beliau saat berkunjung ke rumahnya untuk mengembalikan sebuah buku, “Pak, kok bapak tak sepserti orang Indonesia bagian timur lainnya, yang bila berbicara suka cepat dan tinggi nadanya. Memangnya bapak sudah berapa lama tinggal di Jakarta?”
“Hahahaha… Agus.. Agus… saya ini sudah 30 tahun tinggal di Jakarta, logat bicara Ambon saja sudah tak bisa,” jawabnya.
“Wah..wah 30 tahun? Sudah lama sekali bapak di Jakarta,” simpulku. Hmmm... 30 tahun hidup sendiri di Jakarta, berjuang sendirian untuk hidup. Sungguh sebuah pengalaman yang menarik dan berharga.
„Ya, Agus. Tahun 1979 saya hijrah ke ibukota dengan harapan mendapat rezeki yang lebih baik, mendapat penghidupan yang layak lah. Bosan saya hidup di kampung halaman dengan pekerjaan yang itu-itu mulu dengan pendapatan yang pas-pasan,sedangkan tuntutan biaya untuk keluarga di rumah cukup tinggi. Benar sih saat awal-awal di Jakarta saya mendapatkan apa yang saya cari, uang banyak, pekerjaan yang lumayan. Tapi semua itu cepat lenyap, gus ketika saya mulai terjebak di pergaulan yang salah. Uang yang saya dapatkan setiap bulan saya permainkan di meja judi bersama teman-teman. Sungguh semua yang dulu pernah saya impikan hilang dengan cepat,“ kenang pak Dayat.
Aku tertegun mendengar cerita pak Dayat. Astagfirullahal ‘adzim... Sungguh rugi sekali bila kita sebagai hamba Allah tak bisa memanfaatkan nikmat-nikmat yang telah Dia berikan. Lalu terpikir olehku kemudian apa sebenarnya pekerjaan pak Dayat, kalau memang dia dahulu pernah di puncak prestasi kerja, mengapa sekarang di usia 40 tahun lebih beliau hanya diam di rumah. Bagaimana beliau bisa mecukupi kebutuhan sehari-harinya, uang dari mana? Kuberanikan diri untuk bertanya akan hal itu.
“Maaf pak, memangnya pekerjaan bapak dahulu apa, hingga bisa membuat bapak 30 tahun bertahan tinggal di Jakarta?” tanyaku kemudian.
“Agus, dari dulu hingga sekarang pekerjaan saya masih sama, jadi juragan lahan parkir di beberapa pusat perbelanjaan ibukota,” jawabnya.
“Juragan lahan parkir? Pekerjaan apa itu pak? Bukankah lahan parkir itu dikelola oleh pemda setempat?” spontan aku memberondong pak Dayat dengan berbagai pertanyaan. Terus terang aku baru dengar ada profesi semacam ini.
„Ya... juragan parkir maksudnya adalah orang yang memiliki hak atas pemasukan biaya parkir di sebuah lahan parkir. Cara bekerjanya, bila kalau kamu punya modal kira-kira 20 juta saja,kau bisa menyewa tempat-tempat parkir di lokasi strategis. Jadi setiap kendaraan yang memarkirkan diri di lahan tersebut akan membayar parkir ke kamu,“ jelasnya.
„Ooo.. begitu pak, jadi bapak menunggui mobil-mobil tersebut setiap hari?“ kataku.
“Tidak.. bukan demikian. Gak perlu nungguin semua mobil setiap hari, gak perlu menghitung berapa mobil yang masuk tiap jam, berapa mobil yang keluar tiap jam. Saya akan suruh karyawan saya di lapangan untuk menjadi tukang parkir “ lanjutnya.
“ooo…” kembali saya hanya ber-oo panjang. Wah wah wah… pekerjaan yang cukup menarik juga ya, pikirku. Tapi kalau karyawannya membohongi kita, bagaimana?Bisa saja kan anak buah berbohong, bilangnya hanya 30 mobil, ternyata ada 50 mobil yang parkir sehari. Seolah membaca pikiranku pak Dayat berkata kembali.
“Saya tahu betul, gus. Kalau akhir bulan anak buah dapat berapa, kalau awal bulan mereka dapat berapa, begitu juga kalau hari itu hujan dapat berapa, terus kalau hari libur dapat berapa. Saya sudah hapal betul, gus. Jadi mereka gak bakal bisa bohongin saya,“ terangnya.
“hehehe… Bapak sangat berpengalaman sekali ya di bidang parkir memarkir,” balasku.
“Eh, tapi pak bukannya setiap lahan parkir itu ada hak untuk pemerintahnya? Semacam biaya retribusi gitu. Saya kira pemda setempat yang memiliki hak atas lahan tersebut, ternyata individu bisa punya hak juga,”tanyaku kembali ingin tahu.
“Ya memang pemerintah juga punya hak atas ketertiban lahan parkir. Saya sebagai pemilik lahan parkir selalu rutin membayar sekian persen atas pendapatan saya di lahan parkir tersebut. Bukan cuman ke departemen perhubungan tapi ke aparat polisi yang tiap hari lewat pun harus diberi,” jelas pak Dayat menerangkan birokrasi uang tertib dan damai di lahan parkir.
Tak berapa lama kemudian adzan dzuhur menghentikan obrolan kita, akupun pamit pulang.
“Permisi pak, saya pamit dulu sudah dzuhur.O, iya pak ini bukunya terima kasih pak. Assalamu’alaikum” kataku sambil mengembalikan sebuah buku berjudul “Jangan mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian”.
“Ok, gus. Wa’alaikum salam,”balas pak Dayat.

Di perjalanan pulang terpikir olehku, sungguh tadi itu adalah sebuah obrolan yang menarik dan bermanfaat bagiku pribadi yang akan terjun di lingkungan kerja nanti. Ehmmm… ternyata bila kita mau berpikir kreatif dan pintar melihat peluang, apapun bisa kita jadikan profesi. Tapi tolong digarisbawahi selama profesi tersebut halal dan baik.

Selasa, 10 November 2009

Catatan untuk calon Ayah


Surat permohonan bantuan dana yang disertakan bapak tersebut saat mengamen

Pagi itu sepeti biasa aku pulang menaiki bis yang sama menuju rumah. Lenggang hanya itu yang kurasa di perjalanan. Selalu sama. Hanya ditemani segelintir orang saja di bus tersebut. Mungkin sekitar 5 hingga 7 penumpang saja. Ada seorang ibu berumur separuh baya yang selalu ditemani bakul berisi tempe. Beliau seperti biasa hendak turun di pasar genjing untuk berjualan tempe. Ada pula beberapa pegawai hotel yang kebagian shift pagi di Sheraton Hotel. Dan sisanya seorang anak SMA yang selalu berangkat pagi-pagi untuk menuntut ilmu di daerah Kota sana. Sungguh berat perjuanganmu mencari ilmu,dik. Rumah di Harapan Indah bekasi, tapi bersekolah di daerah Kota. Tak habis pikir bila aku menjadimu, mungkin takkan sanggup aku meniti jalan berpuluh-puluh kilometer jauhnya.

Hufft... capai sekali rasanya badan ini. Banyaknya pasien yang masuk UGD malam ini sungguh membuatku lelah. Ada seorang korban tabrak lari yang mengalami geger otak, ada pula seorang maling mobil yang habis babak belur dihakimi massa, dan satu lagi pasien yang tak kalah dahsyat kasusnya, yaituseorang pemabuk yang mengalami luka tusuk yang dalam di bagian perut. Usut punya usut ternyata dia habis ditusuk oleh rekan sepermainan judinya, lantaran tak bisa membayar hutangnya. Ya salaam.. dunia ini hanyalah sebuah permainan. Bila kalah malu yang didapat, dan bila menang puji yang didulang.

Sejenak kupejamkan mata selama di perjalanan untuk menghilangkan sedikit kepenatan malam ini, meski kutahu itu tak benyak membantu. Tak lama kemudian beberapa lembar kertas tergeletak di pangkuanku. Mungkin ada pengamen yang hendak menyumbangkan suaranya, atau ada petugas dari sebuah yayasan yang hendak mencari dana, pikirku Lalu kudengar seorang bapak membuka mengucapkan salam kepada para penumpang di atas bus.

“Assalamu’alaikum. Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,” ujarnya membuka suara.

“Izinkan saya sejenak untuk menghibur bapak ibu sekalian di pagi buta ini, sebagai hiburan yang pertama saya persembahkan sebuah lagu berjudul titip rindu buat ayah dari Ebiet G. Ade untuk membuka hari bapak Ibu sekalian.”lanjutnya.

Sayup-sayup kudengar suara bapak tersebut mendendangkan lagu milik Ebiet G. Ade itu. Ehmm .. suaranya lumayan bagus, pikirku. Terdengar ada sebuah niat dalam bernyanyi,tak seperti kebanyakan penyanyi jalanan lainnya yang masya ALLAH luar biasa semangatnya dalam bernyanyi sampai-sampai selalu menggunakan nada la si do tinggi. Lagu bernada slow dibawakan dengan nada rock. Bah! Kebayangkan seperti apa suaranya.

Suara bapak ini yang merdu membuat mataku terbuka, sejenak melirik si empunya suara. Berwajah kebapakan dan hangat, aku menilai dalam hati. Tak sengaja kualihkan mataku ke lembaran kertas di pangkuan. Ada selembar tulisan dalam format surat, yang intinya sang penyanyi ini memohon bantuan dana bagi kelanjutan sekolah ketiga anaknya. Lembar selanjutnya adalah sebuah ijazah SMP milik anaknya yang pertama, yang hendak melanjutkan ke sekolah menengah atas, lalu lembar selanjutnya berisikan nilai Ujian Akhir Nasional SMP anaknya yang pertama, yang wow… rata-ratanya 8,6. Kemudian lembaran berikutnya adalah fotokopi raport semester 2 milik anak keduanya yang masih duduk di bangku kelas 5 SD. Nilai anak keduanya pun tak kalah bagus dengan nilai UAN sang kakak. Subhanallah..bapak ini dikaruniai buah hati-buah hati yang luar biasa pintarnya. Namun sayang kepintaran berbentur dengan masalah dana. Harus mengalah sejenak hingga tak dapat melanjutkan pendidikan karena kondisi finansial keluarga.

Memprihatinkan memang, tapi bukan kesan itu yang sepenuhnya kutangkap dari kondisi keluarga bapak ini. Malah sebuah rasa salut bercampur semangat yang tak terkira yang bergemuruh di dada ini. Salut maksudnya saya salut akan perjuangan beliau untuk mencari uang, tak peduli meski harus berjualan suara, beliau tetap optimis akan masa depan pendidikan putra-putrinya. Sebagai seorang calon kepala keluarga kelak saya pun bersemangat, sungguh amat bersemangat untuk berupaya menyekolahkan buah hati saya nanti setinggi mungkin dan semampu saya. Tiba-tiba saya teringat akan almarhum Ayah. Teringat akan jasa-jasa beliau yang telah menyekolahkan saya dan adik-adik saya hingga sarjana. Terima kasih ayah, mohon maaf belum banyak jasamu yang kubalas. Lalu diam-diam mata ini kembali terpejam, masih berusaha mengusir sedikit penat. Mata boleh tertutup namun lamat-lamat kulantunkan sebuah doa:

"Robbighfirli waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa robbayaani shoghiiro"
"Robbku ampunilah kedua orangtuaku dan sayangi keduanya sebagaimana keduanya memeliharaku waktu kecil"


Jakarta, 9 November 2009
Terinspirasi saat otw go home from IBF 2009&INDOCOMTECH@JHCC

Minggu, 08 November 2009

Lonely..Oh lonely



Aku kembali larut dalam keheningan
Sepi, sunyi tak disangka
Malam ini hanya ada bintang yang menemaniku
Dan semilir angin yang membawa kehampaan

Aku berselimut malam
Bertemankan sendiri dan sendiri
Malam ini sepi kembali merayap kepadaku
Terus mengusik ketenangan hati

Meski bingung yang kudapat
Semua menyepi tak tahu menahu
Sedangkan aku disini semakin terpuruk
Dalam kesunyian
Dalam kesendirian

Ahhh... tapi teman, tahukah kalian sendiri itu masih nikmat
;)

Jumat, 06 November 2009

Pestanya para Blogger di tahun 2009


It’s Saturday...aku bersorak gembira dalam hati, bukan karena hari ini hari libur, namun karena hari ini aku berencana menghadiri sebuah pesta, pesta yang telah lama kunantikan. Berbeda dengan pesta seperti kebanyakan pesta lainnya, di pesta ini tak ada makanan yang melimpah dan bervariasi,tak terdapat pula para hadirin yang mengenakan baju pesta. Tak ada dress code khusus dalam pesta ini. Semua orang bebas mengenakan busana apapun, namun tetap harus digaris bawahi, kesopanan menjadi hal utama. Sayangnya dalam menghadiri pesta ini aku tak mendapat pasangan atau teman bareng, setiap teman yang kuajak menolak dengan berbagai alasan. “Maaf ya gue gak bisa ikut, gue masuk kerja ampe siang,”ujar Agus. Kalau alasannya si Ali beda lagi, temanku yang satu ini setia sekali dengan pacarnya, “maaf wid gue kagak bisa ikut, besok gue mo nganterin Linda kursus bahasa Inggris pagi-pagi, trus pulangnya jalan-jalan deh.” Doooh… si Ali ampe segitunya deh sama Linda, udah tahu si Linda cuman mo manfaatin dia aja, masih aja ngeladenin, dumelku dalam hati.
Jadilah aku, pemuda jomblo dengan kualitas tinggi (narsis: mode on) melangkah menuju sebuah pesta, pesta dimana para penulis di internet berkumpul, pesta blogger.

Jam di arlojiku sudah menunjukkan pukul 06.00 WIB, masih ada satu jam lagi sebelum berangkat ke lokasi. Sambil menunggu waktu, ngetweet bentar ah, update status masih sempet juga. Kuhidupkan tombol power si mulit, nama kesayangan notebook Toshibaku yang merupakan kepanjangan dari mungil, lincah, dan gesit. Beberapa menit kemudian jari-jariku sudah mulai menari-nari di atas keyboard, mengetikkan alamat twitter dan facebook. Di halaman twitter kubaca beberapa update status dari teman dan beberapa selebritis yang kufollow. Aku kaget ternyata beberapa tokoh terkenal mengupdate status yang mirip satu sama lain, yang intinya semua sedang bersiap untuk berangkat ke tujuan yang sama denganku pagi ini, pesta blogger. Spontan niatku mantap sudah untuk bergabung dengan mereka pagi ini, dan yang lebih membuatku bersemangat kembali ialah bahwa pesta tersebut akan dibuka oleh seorang menteri yang baru saja menjabat. Tanpa banyak aksi, kututup tab twitter, dan kulog-out facebook.

15 menit kemudian aku sudah siap diatas Revo kesayanganku,yang selalu menemani di setiap perjalananku. Akses jalan menuju ke lokasi cukup padat, namun kemacetan tak kutemui selama di perjalanan. Tak ada halangan yang berarti sejauh ini. Kurang lebih 45 menit kemudian aku tiba di lokasi. Setelah proses registrasi selesai, panitia menyerahkan goody bag yang berisi kaos, pin, dan beberapa brosur serta sticker dari para sponsor. Acara baru akan dimulai kira-kira setengah jam lagi. Masih ada waktu untuk berkeliling ke stand-stand sponsor dan bazar. Salah satu perusahaan BUMN di bidang telekomunikasi yang menjadi sponsor acara ini terlihat membuka standnya di sebelah kanan pintu masuk. Banyak hadiah dan kuis yang ditawarkan perusahaan tersebut. Kemudian disampingnya terlihat sebuah stand dari sponsor utama acara ini, yaitu United States Embassy. Mereka membagikan berbagai souvenir berupa buku-buku tentang Amerika, sejarahnya, politiknya, hingga sebuah buku mengenai kehidupan Barack Obama ketika di Indonesia. Hmmm menarik… di sebelah kiri pintu masuk terlihat stand-stand bazaar, ada stand bazar yang menjual buku-buku, baju, makanan, dan lain-lain.
Setelah berkeliling stand akupun melangkah menuju ke dalam hall tempat main stage berada. Sudah lebih dari 30 menit dari jadwal acara sebelumnya, namun belum terlihat panitia memulai acara. Padahal hampir seluruh kursi sudah terisi. Pfuihh…biasa jam karet, pikirku.

Sesaat kemudian ruangan pun bergemuruh, beratus-ratus pasang mata menatap menuju seseorang yang sedang berjalan menuju kursi di depan main stage. Kualihkan pandanganku ke arah yang sama dengan mereka, seorang tokoh terkenal yang tadi pagi dikabarkan melalui twitter akan hadir, ternyata memang hadir, dialah sang menkominfo yang baru. Beliau hadir untuk membuka pesta blogger 2009. Spontan saja segera kuraih kamera digital di backpackku, bersiap mengambil foto pak menteri . Seolah seperti ada sebuah aba-aba yang sama, puluhan orang yang hadir disini segera mendekati beliau untuk memotretnya. Itulah resiko seorang tokoh terkenal, harus selalu siap kapanpun, dimanapun, dalam kondisi apapun untuk diambil fotonya. Tokoh yang menjadi objek bidikan kamerapun harus selalu siap memasang senyuman terindahnya.

Tepat pukul setengah 10 MC membuka acara pesta blogger 2009, sebelum acara dibuka oleh pak menteri, kami peserta pesta menyanyikan lagu Indonesia Raya, kemudian dilanjutkan dengan pemutaran video singkat mengenai Pesta Blogger 2009. Dan kini tibalah pak Menteri maju ke panggung untuk memberikan sambutan. Kesimpulan dari isi sambutan beliau adalah bahwa informasi harus benar dan disampaikan dengan baik. Beliau juga mengingatkan kami untuk bersikap bijak di dunia maya, hati-hati menggunakan internet, lalu pak menteri sedikit menyinggung mengenai kasus Latifah seorang murid SMP di Jawa Timur yang diduga menjadi korban penculikan anak. Latifah pergi dari rumah bersama seorang kenalan, yang dikenalnya dari facebook. Baik di dunia maya maupun nyata yang namanya bergaul memang harus hati-hati. Di akhir pidato sambutannya pak menteri berpantung, kalau ada sumur di ladang boleh kita menumpang mandi, kalau ada waktu senggang boleh kita chatting lag. Pantunnya oke juga pak, pikirku ;)
Setelah sambutan selesai disampaikan, MC kembali menaiki panggung. Acara selanjutnya adalah talkshow mengenai perkembangan dunia blog di Indonesia, lalu perkenalan antar komunitas blogger di Nusantara, sebelum istirahat makan siang kami mendengarkan suara dari Panji Pragiwaksono menyanyikan lagu rapnya.
Istirahat dan makan siang berlangsung dari pukul 12.30 hingga pukul 14.00, setelah istirahat acara dibagi ke dalam kelas-kelas khusus yang di dalamnya dibicarakan seputar dunia blog. Ada beberapa kelas dengan beberapa tema diantaranya, Bridging The Gap, Online Activism – Sponsored by Nokia, Blog Ethics, Photo & Video Blogging, Beyond Blogging, Creative Industry, Blogpreneur, Citizen Journalism. Dan akupun tertarik mengambil kelas Citizen Journalism.
Usai pesta blogger 2009 ini, aku semakin rajin menyebarkan ‘virus-virusku’, men-sharing apa aja yang ada di kepala ini, bagiku selama masih dibekali kemampuan berpikir, dan masih mempunyai hasrat untuk terus membaca, maka tetaplah keep on observing, analyzing, and also writing.

Sabtu, 31 Oktober 2009

Muridku berbicara Aborsi


Sore itu aku kembali bertemu dengan murid-murid les jarimatika di sebuah tempat kursus. Dengan semangat tinggi kulangkahkan kaki menuju tempat kursus. Setengah jam di perjalanan menuju lokasi rasanya begitu lama. Aku tak sabar lagi bertemu dengan anak-anak didikku, yang begitu bersemangat dalam menuntut ilmu. Kehidupan pas-pasan tak membuat langkah mereka surut dalam mengejar cita dan asa.

“Assalamu’alaikum,” salamku saat memasuki kelas.

“Wa’alaikum salam. Bu Nitaaaa,” teriak mereka sambil segera menghampiriku, saling berebut tanganku untuk cium tangan.

“Apa kabar semua?” tanyaku.

“Alhamdulillah baik, bu” jawab Kholis.

“Sehat, bu”ujar Nabila

“Bu, Bilqis gak masuk karena sakit panas,bu” lapor Amanda.

“Innalillahi… Semoga Bilqis segera sembuh agar bisa segera masuk les ya” harapku. “Yuk kita mulai belajar, sebelumnya mari baca doa terlebih dahulu

” Bismillahirrahmaanirrahiim.. Rabbii dzidni ilman war zuqni fahman.. Ya Allah tambahkanlah ilmuku dan pertinggikanlah kecerdasanku. Amien..."

Sepotong doa menuntut ilmu nyaring terdengar dari dalam kelasku, sebagai pembuka agar ilmu yang didapatkan menjadi berkah bagi kehidupan kelak. Amien, amien ya rabbal’alamien..

Doa menuntut ilmu selesai dipanjatkan, kemudian tanpa diberi aba-aba terlebih dahulu, murid-muridku segera membuka buku dan mulai mengerjakan. Dua puluh menit berlalu tiba-tiba Damar bersorak memberi tahu sesuatu,

“Bu, tadi di depan puskesmas banyak polisinya,bu.

“iya bu, tadi jalanan sampai macet,” sambung Tiara.

“Memangnya ada apa?” tanyaku ingin tahu.

“Ada yang… apa tuh namanya…” jawab Tiara sambil menerka-nerka jawaban yang benar.

“Itu bu, tadi katanya di Puskesmas ada yang aborsi,” jawab Nevy.

“Hah? Astagfirullah… serem amat,eh.. emang kalian tahu apa itu aborsi?” kataku.

“Aborsi itu artinya ya membunuh anak, bu” jelas Damar.

“Iya , aborsi itu maksudnya bayinya dibunuh, ya kan bu?” ujar Tiara tak yakin.

“Berarti bayinya dimatiin dong, bu?” Nabila dengan tak yakin bertanya.

Sekilas aku terbengong-bengong mendengar jawaban murid-murid didikku. Muridku yang semuanya siswa SD kelas satu ini begitu jelas dan tepat menerangkan kata ABORSI. Mungkin orang tua mereka yang memberitahu makna aborsi, pikirku. Kemudian aku menjelaskan singkat makna dari kata aborsi.

“Ya, aborsi adalah sebuah kegiatan yang menghilangkan nyawa jabang bayi. O, iya tahu darimana teman-teman makna dari aborsi?” tanyaku.

Beberapa muridku menjawab bahwa mereka mengenal kata aborsi dari sebuah sinetron ***, yang pemainnya pernah melakukan aborsi. Ya Rabb.. begitu besar pengaruh acara televisi pada anak-anak, banyak istilah yang sebenarnya belum waktunya diketahui oleh mereka, ditambah tayangan sinetron yang menampilkan tindakan yang tak sepantasnya ditonton oleh anak-anak .

Sesampai di rumah aku mencari referensi mengenai aborsi, sebuah kata yang menyeramkan ini mengusik rasa ingin tahuku. Sebagai pendidik, aku harus banyak memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan agar kelak ketika mengajar dapat menjawab celotehan maupun pertanyaan yang kadang dilontarkan oleh murid-muridku. Bahkan tak jarang pertanyaan tersebut suka tak nyambung dari tema yang dibahas. Tak maulah aku terlihat bodoh di depan murid-muridku.

Selembar Koran Republika tergenggam di tanganku. Besar-besar tertulis di sana sebagai judul, dengan bunyi “ISLAM LARANG ABORSI.” Berikut beberapa informasi yang kudapatkan dari Koran tersebut:

• Kasus Aborsi di tanah air ternyata sangat tinggi yaitu mencapai 2,5 juta kasus setiap tahun, dan angka ini mengalahkan kasus aborsi di Amerika Serikat yang mencapai 1,2 juta kasus per tahun. Menurut Guru Besar Universitas Yarsi Jakarta, Jurnalis Uddin, 2,5 juta kasus ini tak termasuk kasus aborsi yang dilakukan di jalur nonmedis. Itu artinya, kasus aborsi di Indonesia bisa lebih tinggi lagi jumlahnya. Kemudian menurut KH. Anwar Ibrahim, Ketua Komisi Fatwa MUI, bahwa seks bebas merupakan pemicu tingginya aborsi.

• Masih ada kontroversi pada isi UU kesehatan yang baru tentang aborsi, khususnya pasal 75 dan 76. Penjelasannya dapat dilihat di http://erabaru.net/nasional/50-jakarta/5878-majelis-agama-tolak-aborsi-undang-undang-kesehatan

• Pada prinsipnya, aborsi dilarang tak hanya oleh agama islam tapi juga oleh semua agama (baca: link yang sudah saya cantumkan di atas).

Seusai membaca artikel tersebut, aku merinding takut, teringat akan sebuah ayat dalam Al-Qur’an, bahwa neraka jahanam adalah tempat yang kekal bagi pembunuh…

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa: 93)

Dalam hati ku berharap,bangsa Indonesia dapat diberkahi oleh generasi-generasi murni yang berkualitas dan membanggakan, bukan generasi yang didapat dari hasil zina. Naudzubillahi min dzalik…