Selasa, 10 November 2009

Catatan untuk calon Ayah


Surat permohonan bantuan dana yang disertakan bapak tersebut saat mengamen

Pagi itu sepeti biasa aku pulang menaiki bis yang sama menuju rumah. Lenggang hanya itu yang kurasa di perjalanan. Selalu sama. Hanya ditemani segelintir orang saja di bus tersebut. Mungkin sekitar 5 hingga 7 penumpang saja. Ada seorang ibu berumur separuh baya yang selalu ditemani bakul berisi tempe. Beliau seperti biasa hendak turun di pasar genjing untuk berjualan tempe. Ada pula beberapa pegawai hotel yang kebagian shift pagi di Sheraton Hotel. Dan sisanya seorang anak SMA yang selalu berangkat pagi-pagi untuk menuntut ilmu di daerah Kota sana. Sungguh berat perjuanganmu mencari ilmu,dik. Rumah di Harapan Indah bekasi, tapi bersekolah di daerah Kota. Tak habis pikir bila aku menjadimu, mungkin takkan sanggup aku meniti jalan berpuluh-puluh kilometer jauhnya.

Hufft... capai sekali rasanya badan ini. Banyaknya pasien yang masuk UGD malam ini sungguh membuatku lelah. Ada seorang korban tabrak lari yang mengalami geger otak, ada pula seorang maling mobil yang habis babak belur dihakimi massa, dan satu lagi pasien yang tak kalah dahsyat kasusnya, yaituseorang pemabuk yang mengalami luka tusuk yang dalam di bagian perut. Usut punya usut ternyata dia habis ditusuk oleh rekan sepermainan judinya, lantaran tak bisa membayar hutangnya. Ya salaam.. dunia ini hanyalah sebuah permainan. Bila kalah malu yang didapat, dan bila menang puji yang didulang.

Sejenak kupejamkan mata selama di perjalanan untuk menghilangkan sedikit kepenatan malam ini, meski kutahu itu tak benyak membantu. Tak lama kemudian beberapa lembar kertas tergeletak di pangkuanku. Mungkin ada pengamen yang hendak menyumbangkan suaranya, atau ada petugas dari sebuah yayasan yang hendak mencari dana, pikirku Lalu kudengar seorang bapak membuka mengucapkan salam kepada para penumpang di atas bus.

“Assalamu’alaikum. Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,” ujarnya membuka suara.

“Izinkan saya sejenak untuk menghibur bapak ibu sekalian di pagi buta ini, sebagai hiburan yang pertama saya persembahkan sebuah lagu berjudul titip rindu buat ayah dari Ebiet G. Ade untuk membuka hari bapak Ibu sekalian.”lanjutnya.

Sayup-sayup kudengar suara bapak tersebut mendendangkan lagu milik Ebiet G. Ade itu. Ehmm .. suaranya lumayan bagus, pikirku. Terdengar ada sebuah niat dalam bernyanyi,tak seperti kebanyakan penyanyi jalanan lainnya yang masya ALLAH luar biasa semangatnya dalam bernyanyi sampai-sampai selalu menggunakan nada la si do tinggi. Lagu bernada slow dibawakan dengan nada rock. Bah! Kebayangkan seperti apa suaranya.

Suara bapak ini yang merdu membuat mataku terbuka, sejenak melirik si empunya suara. Berwajah kebapakan dan hangat, aku menilai dalam hati. Tak sengaja kualihkan mataku ke lembaran kertas di pangkuan. Ada selembar tulisan dalam format surat, yang intinya sang penyanyi ini memohon bantuan dana bagi kelanjutan sekolah ketiga anaknya. Lembar selanjutnya adalah sebuah ijazah SMP milik anaknya yang pertama, yang hendak melanjutkan ke sekolah menengah atas, lalu lembar selanjutnya berisikan nilai Ujian Akhir Nasional SMP anaknya yang pertama, yang wow… rata-ratanya 8,6. Kemudian lembaran berikutnya adalah fotokopi raport semester 2 milik anak keduanya yang masih duduk di bangku kelas 5 SD. Nilai anak keduanya pun tak kalah bagus dengan nilai UAN sang kakak. Subhanallah..bapak ini dikaruniai buah hati-buah hati yang luar biasa pintarnya. Namun sayang kepintaran berbentur dengan masalah dana. Harus mengalah sejenak hingga tak dapat melanjutkan pendidikan karena kondisi finansial keluarga.

Memprihatinkan memang, tapi bukan kesan itu yang sepenuhnya kutangkap dari kondisi keluarga bapak ini. Malah sebuah rasa salut bercampur semangat yang tak terkira yang bergemuruh di dada ini. Salut maksudnya saya salut akan perjuangan beliau untuk mencari uang, tak peduli meski harus berjualan suara, beliau tetap optimis akan masa depan pendidikan putra-putrinya. Sebagai seorang calon kepala keluarga kelak saya pun bersemangat, sungguh amat bersemangat untuk berupaya menyekolahkan buah hati saya nanti setinggi mungkin dan semampu saya. Tiba-tiba saya teringat akan almarhum Ayah. Teringat akan jasa-jasa beliau yang telah menyekolahkan saya dan adik-adik saya hingga sarjana. Terima kasih ayah, mohon maaf belum banyak jasamu yang kubalas. Lalu diam-diam mata ini kembali terpejam, masih berusaha mengusir sedikit penat. Mata boleh tertutup namun lamat-lamat kulantunkan sebuah doa:

"Robbighfirli waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa robbayaani shoghiiro"
"Robbku ampunilah kedua orangtuaku dan sayangi keduanya sebagaimana keduanya memeliharaku waktu kecil"


Jakarta, 9 November 2009
Terinspirasi saat otw go home from IBF 2009&INDOCOMTECH@JHCC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar